Pecah Kongsi” dalam Pilkada


Pemilu Kepala Daerah Cenderung Diwarnai “Kutu Loncat”

Jakarta, Kompas – Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta memunculkan fenomena ”kutu loncat” dan ”pecah kongsi”. Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto, yang memenangi Pilkada 2007, pecah menjelang pemilihan kembali. Kondisi serupa terjadi pada sejumlah pilkada lainnya.

Dalam Pilkada Kepulauan Riau tahun 2010, pasangan Ismeth Abdullah dan Muhammad Sani pun terbelah. Sani mencalonkan diri sebagai gubernur, dan akhirnya memenangi pilkada. Ismeth terkendala untuk mengikuti pemilihan lagi karena terkena kasus korupsi. Dia menjagokan istrinya, Aida Ismeth. Perpecahan kepala daerah dengan wakilnya juga terjadi di tingkat pemilihan bupati atau wali kota.

Dari catatan Kompas, untuk tingkat provinsi, hanya pasangan Agustin Teras Narang-Achmad Diran di Kalimantan Tengah dan Abraham O Atururi-Rahimin Katjong di Papua Barat yang tetap bersatu dalam pilkada keduanya. Keduanya juga terpilih kembali sebagai kepala daerah di provinsi masing-masing.

Teras Narang di Palangkaraya, Sabtu (24/3), mengatakan, ia dan Diran bisa terus bersama karena saling menghormati dan mengisi. Teras sebelumnya adalah Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Diran sebelumnya adalah Asisten Daerah II Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Kalteng. Diran juga pernah menjadi Bupati Barito Selatan.

”Kami saling mengisi. Saya pilih Diran karena ia lama mengurus birokrasi dan memahami masalah dalam bidang itu,” ujar Teras. Keduanya juga berbagi tugas dan kewenangan secara jelas. ”Kami tidak terlalu kaku mengacu pada definisi tugas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Teras lagi.

Selain fenomena ”pecah kongsi”, pilkada juga acap kali diwarnai ”kutu loncat”. Seorang calon, termasuk dari petahana, pindah partai politik agar dapat mencalonkan diri.

Dalam Pilkada DKI Jakarta, fenomena ini ditunjukkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia sebelumnya adalah kader Partai Golkar, dan kini menjadi anggota Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ia dicalonkan sebagai wakil gubernur, berpasangan dengan Joko Widodo (Jokowi) dari PDI-P. Didik J Rachbini, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), menjadi calon wakil gubernur, mendampingi Hidayat Nur Wahid yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Didik tak mundur dari PAN.

Sebaliknya, Yusuf Macan Effendi (Dede Yusuf), Wakil Gubernur Jawa Barat yang tahun 2008 dicalonkan PAN, sejak April 2011 berpindah menjadi kader Partai Demokrat. Bahkan, ia pekan lalu sudah menyerahkan formulir pendaftaran sebagai calon gubernur kepada Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jabar untuk pilkada tahun ini. Ahmad Heryawan, Gubernur Jabar saat ini, kemungkinan akan dicalonkan lagi oleh partainya, PKS.

Kebijakan parpol

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Yuddy Chrisnandi menilai fenomena ”pecah kongsi” dan ”kutu loncat” menjelang pilkada terjadi gara-gara ketidaksamaan visi, perebutan sumber pendanaan politik, dan kebijakan pragmatis parpol pendukung. Akibat ketiga faktor itu, jauh-jauh hari sebelum periode pemerintahan selesai, kepala daerah sudah berjarak dengan wakilnya, saling berancang-ancang serta membangun koalisi. Mereka bersaing.

”Hal itu berakibat terabaikannya pelayanan publik dan stagnasi pemerintahan,” kata Yuddy, yang sebelumnya adalah anggota DPR dari Partai Golkar.

Porsi kekuasaan dan kewenangan kerap menjadi sumber konflik sepanjang periode pemerintahan. Apalagi ketika keduanya merasa punya peluang, terlebih jika berbasis parpol yang berbeda. Demi pendanaan politik, termasuk untuk membesarkan parpol pendukung, keduanya berebut akses ekonomi dan pengaruh kekuasaan.

Yuddy menilai pengalaman 13 tahun berlakunya otonomi daerah dan delapan tahun berlangsungnya pilkada secara langsung cukup memberikan gambaran kesemrawutan hubungan kepala daerah dan wakilnya. Untuk itu, perlu pengaturan baru untuk mencegah konflik kepemimpinan daerah yang berujung pada terhambatnya roda pemerintahan dan buruknya pelayanan masyarakat. UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu segera diperbaiki, dengan pengaturan yang mencegah konflik antara kepala daerah dan wakilnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa menilai ada banyak faktor yang memunculkan ketidakharmonisan kepala daerah dengan wakilnya. Misalnya, mereka diusung dari hasil kompromi sejumlah partai.

Untuk mengatasinya, Partai Demokrat selalu bertanya kepada calon kepala daerah yang akan diusungnya tentang wakil yang dikehendakinya. ”Langkah ini ternyata cukup efektif untuk menjaga kekompakan mereka ketika memerintah,” kata Saan.

Hasto Kristiyanto, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI-P, Sabtu di Jakarta, menyatakan, partainya mendorong tradisi kekompakan kepala daerah dan wakilnya demi terciptanya stabilitas pemerintahan. ”Kekompakan kepala daerah dan wakilnya menjadi salah satu ukuran untuk mengusung kembali mereka pada periode berikutnya,” paparnya.

Ia mengakui, persoalan Fauzi Bowo dan Prijanto di DKI Jakarta, yang pada pencalonan tahun 2007 juga didukung PDI-P, menjadi salah satu pertimbangan partainya untuk tidak mengusung kembali Fauzi. Pasalnya, tak mungkin ada tradisi kepemimpinan yang baik jika antara kepala daerah dan wakilnya terjadi persaingan yang tidak sehat.

PDI-P, lanjut Hasto, selalu berusaha agar kepala daerah dan wakilnya kembali maju bersama pada periode berikutnya selama mereka berkinerja bagus dan tak ada persoalan dengan internal partai, seperti Teras Narang di Kalteng dan Abraham di Papua Barat. Kebijakan ini juga bakal dilakukan PDI-P yang mendorong Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat periode 2008-2013, Cornelis dan Christiandy Sanjaya, kembali maju bersama pada Pilkada 2012.

Abdul Malik Haramain dari Partai Kebangkitan Bangsa mengakui, hingga saat ini belum ada peraturan yang bisa mengikat kepala daerah dan wakilnya tetap bersatu selama masa pemerintahannya. Namun, ia mengakui, perpecahan antara kepala daerah dan wakilnya baru terdeteksi menjelang masa jabatan mereka berakhir.

(LOK/DIK/NWO/BAY/TRA)

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Tinggalkan komentar