Monthly Archives: Juni 2010

Fenomena Partai Keadilan Sejahtera

J KRISTIADI ANALISIS POLITIK

Penegasan itu memperkuat pernyataan yang disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Februari 2008, bahwa kelompok keagamaan yang berbenturan dengan pluralitas akan hancur. Karena itu, tidak mengherankan, meski dinamika politik selama empat minggu terakhir ini kumuh dan sarat dengan politik kepentingan serta gagasan sesat seperti dana aspirasi, keputusan Musyawarah Nasional II PKS sebagai partai terbuka menjadi memesona. Ibaratnya, ia melakukan salto mortal, loncatan berputar yang atraktif dan memukau publik. Baca lebih lanjut

MP TJONDRONEGORO Merisaukan Alam Demokrasi

Rumah yang dinaungi pohon-pohon rindang di Kota Bogor, tak jauh dari mulut pintu Tol Jagorawi, itu kini tak lagi sepi seperti satu setengah tahun lalu ketika Kompas berkunjung ke sana. Prof Dr Sediono MP Tjondronegoro tak lagi tinggal sendiri karena anak tertuanya, beserta istri dan dua anak mereka, tinggal di situ juga.

“Sekarang jadi lebih ramai sedikit,” kata Prof Tjondro. Jumat (4/6/2010) sore itu dua cucunya yang masih kecil bermain-main di ruang tengah. “Ibu mereka, menantu saya, dokter kandungan, berpraktik di dua rumah sakit. Dia sering dipanggil untuk menolong persalinan. Saya jadi ragu, apa iya pertumbuhan penduduk kita sudah benar terkendali,” kata Prof Tjondro. Baca lebih lanjut

MELY G TAN Guru Kehidupan


Rasanya tepat untuk mendeskripsikan Mely G Tan, PhD. Usia yang menapak 80 tahun pada tanggal 11 Juni itu tak menjadi halangan untuk terus bergerak, bahkan melakukan perjalanan jauh. Sendiri.

Tubuh yang diakui semakin rapuh diringankan oleh selera humornya yang tak sedikit pun melemah. Semangatnya terjaga, suaranya tetap bertenaga.

“Waktu usia 60, saya merasa usia 80 tahun itu sudah tua benar, ya. Tetapi, sekarang, setelah mencapai 80 tahun, rasanya biasa saja, tuh. Memang sih, lututnya terasa lebih sakit dibanding umur 40-an he-he-he…,” tutur Mely, suatu petang di rumahnya di kawasan Jakarta Selatan, yang semarak dengan rangkaian bunga dari teman-temannya. Baca lebih lanjut

Terorisme, Penanganan Setengah Hati

*Oleh Abd A’la

KOMPAS.com – Tahun ini, melanjutkan keberhasilan tahun sebelumnya, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri berhasil meringkus hidup-hidup atau menembak mati beberapa gembong teroris kelas kakap.

Detasemen Khusus (Densus) juga berhasil menguak jaringan dan aksi teror mereka di berbagai tempat. Rabu (23/6/2010), Densus berhasil menembak mati tersangka teroris dan melukai beberapa lainnya di Klaten. Baca lebih lanjut

Anak ‘Ajaib’ Chairul Tanjung

KOMPAS.com — Trans Corp atau juga dikenal dengan Para Grup dikenal sebagai salah satu kelompok bisnis terkemuka di Indonesia. Trans TV, Trans 7 yang bekerja sama dengan kelompok Kompas-Gramedia, dan Bank Mega menjadi usaha-usaha bisnis Trans Corp yang mengemuka dan dikenal di Indonesia. Bulan April lalu, Trans Corp melalui Trans Ritel mengakuisisi 40 persen saham PT Carrefour Indonesia yang selama ini didominasi Carrefour yang berpusat di Perancis. Kini Trans Corp menjadi pemegang saham mayoritas tunggal di PT Carrefour Indonesia yang memiliki 82 gerai di 23 kota di Indonesia.

Apa latar belakang akuisisi Carrefour Indonesia oleh Trans Corp. Berikut Baca lebih lanjut

Kekhawatiran di Tengah Puncak Apresiasi

Oleh Toto Suryaningtyas

Upaya sebagian politisi untuk menarik masuk militer ke dalam ajang kontestasi politik cenderung kurang disetujui publik. Ketidaksetujuan demikian diekspresikan justru di tengah membaiknya kepuasan yang mereka rasakan terhadap kiprah fungsional Tentara Nasional Indonesia.

Memandang sosok tentara yang profesional dan mengayomi rakyat adalah satu hal, sedangkan melibatkan tentara dalam ranah kekuasaan politik adalah hal berbeda. Kedua sudut pandang tersebut, yang pasca-dihapusnya konsep dwifungsi ABRI semakin memisahkan militer dari kekuasaan sipil, masih cukup kuat menjadi pegangan publik.

Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, proporsi ketidaksetujuan publik terhadap kembalinya militer ke dalam politik cukup besar, mencapai 65,5 persen responden, dan hanya 29,7 persen yang setuju. Proporsi penilaian itu tidak banyak berubah dalam menjawab soal pemberian hak pilih kepada militer yang mencapai 61,1 persen menolak, sementara yang setuju sebanyak 35,7 persen. Baca lebih lanjut

Migrasi Menjadi Elit Parpol

Oleh Tata Mustasya

”Kekuatan tanpa Nandi, berkaki empat, bersentuhan langsung dengan bumi, tidak mungkin mengejawantahkan diri sebagai kekuatan di atas bumi. Dia tinggal kekuatan dalam angan- angan… Empat kaki Nandi, para Yang Terhormat: teman, kesetiaan, harta, dan senjata….”

Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes

Rangkaian kalimat di atas disampaikan Arok kepada para brahmana.

Mereka sedang membicarakan bagaimana mungkin orang berilmu seperti para brahmana dapat ditindas seorang sudra tak berpendidikan seperti Kuwu Tumapel, Tunggul Ametung. Arok menjawab, ”Kekuatan, terutama ilmu, tanpa empat nandi tak bakal mampu menjadi kekuatan yang nyata.”

Itulah barangkali alasan para aktivis dan intelektual bergabung menjadi elite parpol, terutama setelah Reformasi 1998. Agar mampu memperbaiki keadaan, mereka perlu ”amunisi” dan berada di dalam sistem. Intelektualitas dan kekuatan moral tidak memadai. Migrasi ini kembali marak akhir-akhir ini bersamaan dengan pembentukan pengurus baru beberapa partai politik besar. Yang terakhir: Partai Demokrat. Baca lebih lanjut

Revolusi Pedagang Sepeda Pekalongan

KOMPAS/AMIR SODIKIN

Menggunakan sepeda sudah menjadi kebiasaan sehari-hari warga Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Jalanan didominasi sepeda Jepang dengan ciri khas adanya keranjang depan.

Ahmad Arif/Amir Sodikin

Pukul sembilan malam di Pekalongan, Jawa Tengah. Hujan turun tak berkesudahan. Namun, di jalanan ramai orang bersepeda, satu tangan mereka memegang setang dan satu lagi menggenggam payung. Sebagian lainnya memilih membungkus tubuh mereka dengan mantel hujan.

Lelaki atau perempuan menggunakan sepeda jengki buatan Jepang, lengkap dengan keranjang di depan. Hujan dan panas memang tak menyurutkan warga Pekalongan bersepeda. Pesepeda menyesaki hampir setiap sudut jalan kota. Kebanyakan adalah anak-anak sekolah, pekerja batik, ataupun ibu-ibu yang hendak ke pasar. Sesekali, lelaki bersarung dan berkopiah melintas, juga dengan sepeda jengki Jepang.

Parkiran sekolah, pertokoan, pasar, pelabuhan, hingga warung internet di kota itu disesaki sepeda Jepang aneka merek, mulai dari Miyata, Bridgestone, National, Shamrock, Walker, hingga Levanti, dan masih banyak merek lainnya.

Tanpa inisiasi dari penggiat komunitas sepeda dan juga tanpa jargon bike to work, warga Pekalongan telah biasa bersepeda ke tempat kerja. Demikian pula, ketika kota-kota lain baru mencanangkan sepeda untuk ke sekolah atau populer dengan bike to school, siswa-siswi di kota ini sudah bersepeda ke sekolah. Baca lebih lanjut